Plot Point dan Simulasi Kelas (Film & Novel)

SELAMAT!
Kamu terpilih menjadi salah satu peserta di simulasi kelas penulisan novel bersama Ahmad Fuadi.

Itulah kalimat pembukaan surel yang saya dapat dari Plot Point pada hari Jumat, 14 Januari 2011 pukul 13.13 WIB. Sebetulnya, nih, sodara-sodara,  saya tidak terlalu berharap akan datangnya surat elektronik pemberitahuan yang memastikan diri saya terpilih menjadi peserta simulasi kelas tersebut. Saya hanya penasaran, itu saja.

Sekitar pertengahan pekan ini, saya mengikuti akun twitter @fuadi1 dan @ranah3warna. Yah, semacam kepo-kepo gitu, deh. Dari situlah saya tahu Plot Point bakal mengadakan simulasi kelas (baca: kelas yang kagak bayar) film dan penulisan novel sebelum nantinya dimulai kelas yang beneran (baca: bayar).  Ahmad Fuadi me-retwit @_PlotPoint tentang simulasi kelas yang mereka adakan. Saya kemudian melakukan instruksinya dan lihat saja, saya bisa mengikuti kelas itu hari Sabtu lalu. Kenapa bisa terpilih? Ah, saya pun tak begitu paham. Mungkin data diri yang saya kirim saat daftar waktu itu bisa menjelaskan ‘kenapa’ saya bisa ikut. Berikut surel yang saya kirim.

Nama: Ibnu Maroghi
Alamat: Jalan Tirta 3 RT 006/03 No. 27. Duren Sawit, Jakarta Timur
Pekerjaan: Mahasiswa
Kampus: Universitas Indonesia (jurusan Sastra Indonesia)
Prestasi: Belum ada
Alasan saya ingin mengikuti simulasi kelas ini adalah karena saya tertarik dengan gaya penulisan Ahmad Fuadi, ingin memahaminya dan mengimplementasikan ke dalam tulisan saya.
Alasan saya harus dipilih menjadi peserta simulasi kelas adalah tidak ada, atau lebih tepatnya: PlotPoint tidak harus memilih saya, tetapi saya yakin bahwa saya akan terpilih. Tiada yang lain.
Terima kasih.
Pertanyaan yang selanjutnya menunggu saya adalah: Di mana Plot Point itu? Alamat Plot Point ternyata asing sama sekali buat saya.
Plot Point @ SMP GIS Lazuardi
PlotPoint, di Gedung SMP Lazuardi GIS Cilandak, Lantai 2
Jln. Margasatwa No. 39 Jagakarsa, Jakarta Selatan 12620.
Sejujurnya saya tidak tahu sama sekali tentang alamat di atas (kecuali bahwa Jalan Margasatwa itu berasosiasi dengan Ragunan). Perjalanan kali ini melibatkan GPS Google Maps ala Sony Ericsson Hazel dan keberuntungan. Dengan informasi yang tidak lebih dari cukup saya mencoba diri saya untuk berani kotor nyasar. Setelah ada urusan sebentar di Perpustakaan Pusat dan FIB—untuk mengembalikan buku—saya bertolak ke Pasar Minggu untuk mencari angkot yang langsung mengarah ke SMP Lazuardi GIS (Global Islamic School) itu. Dengan apa saya ke sana? Yup, betul sekali. Saya menggunakan angkot 61 untuk ke sana.
Sampai di GIS sekitar pukul 14.15 WIB. Ternyata saya lebih cepat 45 menit dari jadwal yang ditentukan. Ketika saya melongok ke dalam kelas, ternyata sedang ada kelas. Rupanya kelas pembuatan skenario film bersama Salman Aristo sedang berlangsung. Saya pun dipersilakan untuk mengikuti kelas ini (padahal tadinya cuma dapat jatah penulisan novel) daripada bengong ga jelas kayak ayam tetelo.  Saya masuk dan mencari kursi yang PW. Fyi, ternyata, ya, sodara-sodara, Salman Aristo itu masih muda dan bukan seperti yang saya bayangkan: mukanya brewokan dan berkeriput, serta usianya seangkatan dengan Dedi Mizwar. Ah, dodol kali kau, Gi! Dan maafkan saya, Bang Salman…..

Jam tiga sore lewat 30 menit kelas penulisan novel dimulai. Saya bertatap muka dengan sang penulis Negeri 5 Menara. Tak saya sangka, pribadi Ahmad Fuadi adalah semacam mereka-mereka yang mudah menebarkan senyum. Ia layaknya sahabat Rasulullah yang selalu merasa ‘hanya manusia’ yang tak ada apa-apanya di depan Tuhannya. Ya, Ahmad Fuadi adalah orang yang sangat rendah hati yang saya pernah temui. Setiap kali memberikan kuliahnya, tak sungkan ia mengucapkan “menurut apa yang saya praktikkan”. Atau bisa juga “setahu saya”. Itu tanda-tanda bahwa seseorang rendah hati (terlepas dari niatannya).

Foto bareng setelah ikut simulasi kelas penulisan novel kemarin, plus minta tanda tangan.

Inti yang ingin disampaikan A. Fuadi adalah bahwa dalam menulis novel kita harus mempunyai misi. Tidak, menulis novel tidak cukup hanya mengandalkan semangat menggebu-gebu dan kesenangan saja. Harus ada tujuan yang diraih. Perlu konsistensi dalam mengerjakan ini dan niat yang kuat, sehingga ruh buku yang bakal dibuat menjadi nyata (bermakna).

Tip: [1] Menulislah sehari satu halaman saja. Itu cukup. Jika konsisten melakukannya dalam setahun, niscaya dalam setahun ke depan bisa membuat buku sampai 365 halaman, atau bisa setebal Negeri 5 Menara.
[2] Punya premis atau ide besar dalam tulisan tersebut.
[3] Jangan sampai saat sudah setengah jalan, kita belum tahu akhir ceritanya. Setidaknya kita tahu bahwa karakternya bahagia atau tidak.

12 Replies to “Plot Point dan Simulasi Kelas (Film & Novel)”

    1. Wuih, cepet banget ente, gan!
      Ah, gak bisa pertamax di trit sendiri 😀
      Hohoho ‘alasan harus terpilih’nya itu untung-untungan aja,kok. Alhamdulillah kepilih.

  1. heh temen smp gue! hehe
    lo pernah ikutan simulasi kelas plotpoint?
    haha
    bahkan gue lagi bikin tugas masarin website plotpoint.
    menurut lo plotpoint gmn?
    🙂

    1. Hehehehei Tika >__<
      Iya, waktu itu beruntung kepilih.
      Tugas apa itu? Kuliah atau dari plotpoint-nya?

      Menurut gua, plotpoint bagus, kreatif ngebuat kelas kek gini. Beda dari kelas-kelas yang membuat program serupa.

Leave a comment